baju seragam tk  Sokongan terdapatnya psychoeducational assessment center serta KBK ini hendak sangat menguntungkan untuk kanak- kanak yang hadapi hidden disabilities namun berinteligensia wajar hingga besar, ialah memiliki ketakmampuan tetapi susah dideteksi secara selintasan, membutuhkan bermacam test, yang apabila dibiarkan begitu saja dia cuma hendak terlihat bagaikan anak cacat mental, ataupun bodoh, lelet belajar, tidak sanggup membaca, menulis serta berhitung( disleksia, diskalkulia, serta disgrafia). Dengan model pendidikan semacam halnya Indonesia dikala ini, sangat tidak menguntungkan untuk kanak- kanak berbakat tetapi hadapi kendala belajar, sebab kemampuannya tidak harmonis buat bermacam bidang ajaran. Kadangkala cuma sangat besar di satu mata ajaran namun tidak demikian di mata ajaran lain. Anak yang telah lulus sekolah dasar hendak bawa kompetensinya tiap- tiap, baju seragam tk serta penjenjangannya bersumber pada kompetensi yang diraihnya. Untuk anak yang memiliki keahlian logika analisis serta abstraski yang sangat baik dapat disiapkan ke universitas, lagi yang memiliki ketrampilan dengan tangan yang baik dapat ke sekolah kejuruan terapan. Pada prinsipnya tidak terdapat lagi anak yang bodoh, anak wajar ataupun tidak wajar, tetapi mereka memiliki keunikan serta kompetensi tiap- tiap. KBK memanglah sesuatu model pembelajaran yang sangat sempurna, namun penerapannya membutuhkan perombakan yang luar biasa, memerlukan tenaga banyak, persiapan yang sangat lama, serta kehandalan tenaga yang melaksanakan assessment, karena melaksanakan assessment butuh kehati- hatian yang luar biasa, bila salah mendiagnosa hendak terjalin salah penindakan, serta itu ialah perihal yang bahaya. Bila pendukung KBK di Indonesia sebagaimana halnya psychoeducationaal assessment center tadi masih belum terdapat, aku percaya, KBK susah buat dilaksanakan. Kesimpulannya hanya meraba- raba semacam yang terjalin dikala ini dimana banyak baju seragam tk sekolah berani menerima kanak- kanak dengan diagnosa psikiatrik semacam ADHD serta autisme, yang sesungguhnya fihak sekolah bukan menerima dalam wujud diagnosa psikiatrik, namun wujud diagnosa psychoeducational. Jadi diagnosa psikiatrik itu wajib diterjemahkan dulu oleh seseorang orthopedagog lewat bermacam test pedagogik buat memastikan metoda pendidikannya yang dipahami oleh guru. Guru sekolah reguler tidak lagi berurusan dengan diagnosa psikiatrik.